Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki potensi sumber daya ikan yang besar. Perairan Indonesia memiliki keanekaragaman 27,2 % sumber daya flora dan fauna yang ada di dunia. Dari sumber daya tersebut terdapat beberapa biota perikanan yang memiliki potensi ekonomis yaitu ikan, udang, lobster, cumi-cumi, kepiting, ikan pelagis kecil, dan rumput laut.
Namun, usaha penangkapan yang secara berlebihan (eksploitasi) secara terus-menerus terhadap sumber daya yang ada di alam dapat memperbesar kemungkinan terjadinya penurunan hasil tangkapan di perayaannya. Salah satu solusi untuk mengatasi hal tersebut ialah dengan melakukan budidaya. Budidaya merupakan suatu kegiatan alternatif untuk memenuhi nilai produksi perikanan. Pada tahun 2011, jumlah produksi perikanan budidaya memiliki jumlah yang lebih besar daripada perikanan tangkap dimana budidaya di tambak menyumbang volume produksi sebesar 1.416.038 ton.
Gambar 1. Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) |
Salah satu biota budidaya andalan di perairan air payau adalah udang vaname. Udang vaname atau Litopenaeus vannamei menjadi primadona untuk dibudidayakan karena memiliki profit yang menjanjikan, tahan terhadap penyakit, pertumbuhannya cepat, dan sintasan nilai Feed Conversion Ratio (FCR) atau konversi pakan nya rendah. Keunggulan tersebut menyebabkan perkembangan volume ekspor udang vaname dari tahun 2005-2014 berada pada nilai 11.000- 15.000 tonton pernah tahunnya (Badan Pusat Statistik, 2015). Selain itu, dengan peningkatan nilai produksi udang sebanyak 1 tonton akan meningkatkan 0,43 ton volume ekspor udang dalam jangka waktu yang panjang[1].
Adanya pasar yang menjanjikan tersebut harus diimbangi dengan dukungan dari faktor internal dan eksternal yang memadai untuk menghasilkan komoditi udang vaname yang unggul. Contohnya kualitas benih, manajemen kualitas air, manajemen pemberian pakan, teknologi yang digunakan serta manajemen pengendalian penyakit yang dilakukan
Oleh karena itu, salah satu inovasi yang dilakukan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk menghasilkan komoditi yang unggul serta mengembangkan ekonomi masyarakat adalah dengan mengembangkan konsep tambak udang milenial. Dalam hal ini, KKP akan mendampingi kaum milenial untuk mengembangkan tambak udang dengan menerapkan prinsip lingkungan yang berkelanjutan. Direktur Jenderal Perikanan Budidaya menerangkan bahwa konsep tambak udang milenial dalam pelaksanaanya harus memiliki kolam sedimentasi, kolam tandon dan unit pengolahan limbah. Selain itu, konsep tambak udang milenial juga memanfaatkan teknologi dalam upaya menyongsong zaman digitalisasi dengan memanfaatkan apliaksi budidaya berbasis data (smartfrencare farming) .Dengan teknologi ini para pembudidaya tidak perlu melakukan pengecekan kualitas air dan pemberian pakan secara manual.
Selain itu, dengan memanfaatkan teknologi digital juga para pembudidaya dapat memasarkan produknya ke konsumen tanpa melalui rantai pemasaran yang panjang. Sehingga hasil yang diperoleh pembudidaya dapat dinikmati lebih maksimal dan konsumen mendapatkan harga yang murah. Kementerian Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya terus mendorong pelaksanaan industri akuakultur berbasis e-commerce digital yang bertujuan untuk memperpendek rantai distribusi sehingga lebih efisien, meningkatkan konektivitas antara pembudidaya dan konsumen serta menghadirkan model bisnis yang lebih efisien di tengah masyarakat[2].
Referensi:
[1] Faiqoh, U. 2012. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Udang Jawa Tengah Tahun 1985-2010. Economics Development Analysis Journal. 1(2) : 1-8.(2) (Lihat)
[2] Siaran Pers KKP. 2018. KKP Optimalkan Bisnis Akuakultur Di Era Industri 4.0. Diambil dari Website Kementrian Kelautan dan Perikanan Pada Hari Sabtu, 14 November 2020 (Lihat)