Semakin tingginya daya serap sektor pertanian tidak disertai dengan upaya yang memadai dari pemerintah dalam bentuk kebijakan yang kondusif untuk berkembangnya sektor tersebut. Petani dan sektor pertanian masih ditempatkan pada posisi marginal. Kebijakan pemerintah cenderung bertentangan dengan keinginan para petani. Kebijakan impor beras, gula, dan komoditi lainnya mencerminkan pertentangan antara keinginan petani dan pemerintah. Kondisi ini membuat nasib petani tidak beranjak menjadi lebih baik.
Berdasarkan permasalahan tersebut harus ada pembenahan pada pemberdayaan pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian. Pemberdayaan pertanian dapat dilakukan secara bertahap. Langkah awal yang dapat dilakukan yakni memberikan gambaran dan persuasif kepada petani mengenai bagaimana mengembangkan dunia pertanian berbasis revolusi 4.0 yang saat ini sedang digalakkan.
Bagaimana memberikan gambaran tersebut? Siapa yang akan berperan dalam hal ini? Ya, pemerintah, stakeholder, dan petani-petani itu sendiri. Stakeholder yang dimaksud disini adalah penyuluh pertanian. Penyuluh pertanian saat ini memegang peranan penting dalam mengubah mindset dan perilaku petani terhadap usaha pertanian mereka dengan tujuan memberikan hasil optimal terkait hasil pertaniannya.
Secara sistematis, penyuluh pertanian memiliki peta konsep. Pertama, membantu petani menganalisis situasi yang dihadapi dan melakukan perkiraan ke depan. Kedua, membantu petani menyadarkan terhadap kemungkinan timbulnya masalah dari analisis tersebut. Ketiga, meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap suatu masalah serta membantu menyusun berdasarkan pengetahuan yang dimiliki petani[1].
Peran penyuluh pertanian yang
sangat berdampak bagi petani dan pertanian tidak diimbangi dengan kapasitas
penyuluh di Indonesia. Terkhusus di daerah-daerah terpencil. Berdasarkan pusat data dan sistem informasi pertanian 2019, jumlah penyuluh yang
berstatus PNS (Pegawai Negeri Sipil) sebanyak 28.001 orang, THL-TB (Tenaga Harian Lepas-Tenaga Bantu) sebanyak 17.019 orang, penyuluh
swasta (self help) sebanyak 27.614
orang, dan penyuluh swasta (private)
hanya 96 orang. Total penyuluh pertanian untuk saat ini berkisar 72.730 orang.
Banyaknya penyuluh saat ini tidak sepadan dengan jumlah desa di
Indonesia yang kurang lebih berjumlah 75.436 desa.
Berdasarkan pada Peraturan Menteri Pertanian (PERMENTAN),
menteri pertanian mengharapkan tenaga penyuluh pertanian mampu tersebar di
seluruh desa (Satu desa satu penyuluh). Namun, hal tersebut masih sulit untuk
diwujudkan. Profesi penyuluh yang kian menurun menyebabkan kegiatan penyuluhan
pertanian di masing-masing desa menjadi terhambat. Oleh karenanya, perlu kesadaran lebih dari
masyarakat khususnya anak muda untuk terjun di bidang pertanian.
Minimnya tenaga penyuluh pertanian menurut Prof. Dedi Nursyamsi, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, mendorong lahirnya penyuluh swadaya dari petani muda dan milenial. Keberadaan penyuluh swadaya dianggap efektif bagi petani[2]. Hal tersebut dikarenakan penyuluh berasal dari setiap wilayahnya sehingga memungkinkan setiap satu wilayah memiliki satu penyuluh. Selain itu, penyuluh tersebut sudah mengenal daerah pertaniannya dan mempermudah dalam memberikan penyuluhan.
Eksistensi pertanian saat
ini sangat dipertaruhkan. Sebagai negara agraris, kita harus
mampu mewujudkan ketersediaan pangan untuk rakyat Indonesia tanpa mengandalkan
barang-barang impor. Petani dan pertanian mampu bertahan di garda terdepan
perekonomian Indonesia melalui peran pemuda millenial.
Penyuluh dan petani saling bertukar
informasi dan pengalaman serta bersinergi dalam mewujudkan pertanian yang
unggul baik dari segi on farm dan off farm. Ketika petani mau dan mampu
mengadopsi inovasi yang diberikan oleh penyuluh maka kesejahteraan petani akan
meningkat. Hal tersebut akan membuktikan bahwa pekerjaan di sektor pertanian
juga menjanjikan.
Menjadi dan terjun di pertanian sama halnya kita berkontribusi dalam mendongkrak pertanian dan petani
Indonesia dari kegelapan. Pertanian eksis, Indonesia Unggul, Rakyat Sejahtera!
Referensi:
[1] Sucihatiningsih, DWP dan Waridin. 2010. Model Penguatan Kapasitas Kelembagaan Penyuluh Pertanian dalam Meningkatkan Kinerja Usaha Tani Melalui Transaction Cost. Jurnal Ekonomi Pembangunan 11(1):13-29 (Lihat)
[2] Sinartani.com. 2020. Agar Satu Desa Satu Penyuluh, Pemerintah Dorong Petani Millenial Jadi Penyuluh Sadaya. Diakses pada 10 Oktober 2020 (Lihat)