Udang merupakan salah satu komoditi perikanan yang masuk kedalam lima komoditi terbesar yang diekspor ke luar negeri. Menurut Purwanti[1], Indonesia masuk kedalam negara pengekspor ketiga terbesar di dunia. Per tahunnya dihasilkan sekitar 0,08 juta ton dari luas tambak udang 380.000 hektar. Sementara hasil produk sampingan dari hasil pengolahan udang berkisar sekitar 30-40 % dari berat udang.
Dengan tingginya produksi udang yang dihasilkan sehingga menghasilkan limbah sampingan yang seimbang juga dari proses produksi udang. Limbah udang yang kurang dimanfaatkan secara optimal menyebabkan limbah tersebut belum memiliki nilai ekonomis yang didapat. Salah satu cara memanfaatkan limbah udang dengan mengolahnya menjadi pupuk tanaman.
Cangkang udang mengandung beberapa komponen nutrisi seperti pigmen, mineral, kitin dan protein. Hamsina[2] mengatakan bahwa secara umumnya komponen nutrisi pada kulit udang yaitu mengandung protein 25-40 %, kalsium karbonat 45-50 % dan kitin berkisar 15-20%. Namun kandungan komponen nutrisi pada udang tergantung dari jenis udang dan habitatnya.
Sehingga berdasarkan data tersebut limbah dari udang dapat dijadikan sebagai bahan yang bermanfaat sebagai pupuk tanaman dan untuk meningkatkan kesuburan tanah dikarenakan mengandung komponen nutrisi yang sama seperti pupuk lainnya.
Pemupukan merupakan suatu proses untuk meningkatkan kandungan zat hara pada suatu tanaman. Nutrisi tama yang dibutuhkan oleh tanaman yaitu Nitrogen, Fosfor dan Kalium. Kandungan nutrisi yang tidak memadai dapat memberikan dampak negatif terhadap kemampuan reproduksi maupun pertumbuhan suatu tanaman. Menurut Firmansyah[3], fungsi nitrogen, fosfor dan kalium memiliki peranan penting terhadap kegiatan fotosintesis serta meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan mengubah ketiga unsur tersebut menjadi energi bagi tanaman.
Sementara kandungan nutrisi dari limbah udang berasal dari unsur makro dan mikro. Unsur-unsur makro berupa N, F, K, Ca, Mg, dan S dan unsur-unsur mikro berupa Cu, Zn, Mn dan Fe. Keempat hara mikro tersebut, meskipun diperlukan tanaman dalam jumlah sedikit namun memiliki fungsi yang vital. Menurut Syofia[4], limbah kulit udang mengandung unsur N 9,54%, P 1,09 % dan K 0,52 %.
Penggunaan pupuk organik dari limbah udang berfungsi untuk menggantikan pupuk anorganik pada tanah pertanian. Penggunaan pupuk organik bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia sehingga dosis pupuk dan akibat pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh penggunaan pupuk kimia bisa dikurangi[5].
Aplikasi limbah udang terhadap tanaman telah dilakukan oleh Badan Teknologi Nuklir Nasional dengan mengolah kulit udang menjadi pupuk dengan memodifikasi bahan polimer. Menurut Kepala Pusat Apliaksi Isotop dan Radiasi Batan bahwa radiasi gama ini berfungsi untuk meradiasi kulit udang sehingga menjadi oligochitosan yang berfungsi untuk mencegah serangan penyakit pada tanaman serta meningkatkan daya tahan tubuh tanaman dan meningkatkan produktivitas pada tanaman sehingga frekuensi panen menjadi meningkat dan masa panen menjadi lebih singkat.
Referensi:
[1] Puwanti, E., Sukarsono., Zaenab. 2001. Teknologi Pemanfaatan Limbah Pengolahan Udang Dengan Metode Destilasi. Jurnal Ilmiah Dedikasi 5(1) (Lihat)
[2] Hamsina dalam Pratama et al (2016). Penggunaan Cangkang Udang Untuk Menurunkan Kadar TSS, Kekeruhan Dan Fosfat Pada Air Limbah Laundry. Jurnal Teknik Lingkungan. 5(2) (Lihat)
[3] Firmansyah, I., M, Syakir., L. Lukman. 2017. Pengaruh kombinasi Dosis Pupuk N, P, dan K Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terung (Solanum melongena L). Jurnal Hort. 27(1): 69-78 (Lihat)
[4] Syofia, I. J. S., I. Darmawati., Rezeki. 2017. Respon Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kacang Hijau (vigna radiata L.) Terhadap Pemberian Pupuk Bokashi Jerami Padi Dan Pupuk Cair Limbah Udang. Jurnal Agrium 21(1) (Lihat)
[5] Susanto, R. 2002. Pupuk Organik. Pustaka Baru Press: Yogyakarta