Bioremediasi Sebagai Pengendali Pencemaran Laut

Pencemaran laut menjadi salah satu masalah dalam dunia perikanan dan kelautan. Pencemaran laut dapat diakibatkan adanya tumpahan minyak dari kapal tanker maupun limbah industri yang berujung ke laut dan pantai. Bulan Juli lalu sebuah kapal tanker minyak milik Jepang menghantam karang di lepas pantai Mauritius. Akibatnya lebih dari 1.000 ton minyak bocor dan mencemari laut. Setahun yang lalu kejadian serupa juga terjadi di wilayah perairan Indonesia. Sumur milik Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ) bocor sehingga tumpahan minyak mencemari perairan dan sepanjang pantai Karawang. Beberapa bulan lalu peristiwa tumpahan minyak terjadi di Kepulauan Seribu. Tidak hanya tumpahan minyak yang menyebabkan pencemaran di laut, tetapi limbah industri perkotaan juga masuk ke laut setelah terbawa melalui sungai. Pencemaran laut akibat tumpahan minyak dan limbah industri mengandung bahan berbahaya seperti logam berat. Polutan ini tentunya berdampak terhadap biota yang hidup di laut. Berbagai dampak yang ditimbulkan antara lain kematian massal organisme air yang sensitif, terganggunya ekosistem pesisir dan laut, rusaknya tempat budidaya ikan laut seperti tambak udang dan Keramba Jaring Apung (KJA), banyak ikan yang mengandung racun karena menyerap polutan pencemar dan menganggu daur pakan[1].

Polutan yang masuk ke lingkungan laut akan mengalami proses akumulasi secara fisik, kimia, dan biologis. Akumulasi secara biologi disebut bio-akumulasi. Beberapa jenis organisme perairan dapat menyerap unsur logam melalui rantai makanan, insang, dan difusi permukaan kulit. Fitoplankton dapat mengambil logam berat melalui proses absorbsi. Fitoplankton yang menjadi awal rantai makanan akan dimakan oleh konsumen berikutnya. Oleh karena rantai makanan yang terjadi diikuti proses akumulasi, maka ikan berukuran besar akan mengandung kadar logam berat yang tinggi. Umumnya kandungan logam tertinggi ada pada invertebrata "filter feeder". Namun moluska "filter feeder" juga akan terbunuh jika bahan pencemar semakin bertambah[2].

Penanganan pencemaran limbah tumpahan minyak dapat dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi. Penanganan secara fisika dengan teknik pembakaran minyak (in situ burning). Akan tetapi metode ini menimbulkan masalah lainnya yaitu pencemaran udara. Penanganan secara kimia dilakukan dengan menggunakan dispersan corexit 9500 yang pernah diaplikasikan untuk membersihkan tumpahan minyak di Selat Malaka pada tahun 1992. Penanganan secara biologi menggunakan metode bioremediasi, yaitu proses penguraian limbah polutan dalam kondisi yang terkendali. Teknik ini relatif lebih ramah lingkungan dan fleksibel dengan menggunakan mikroorganisme sebagai agen bioremediator[1]. Keberhasilan teknik bioremediasi bergantung pada geografi, badan air, habitat dan kekhasan lingkungan daerah yang tercemar. Bioremediasi telah diaplikasikan dibeberapa kasus pencemaran seperti kecelakaan tumpahan minyak di tahun 2010 di sumur minyak dan gas Deepwater Horizon, Teluk Meksiko[3].
Gambar 1. Bakteri Pengurai
Bakteri memiliki kemampuan untuk mengurai pencemar organik menjadi senyawa tidak berbahaya sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengatasi pencemaran yang terjadi di laut. Menurut United States Environmental Protection Agency, agen bioremediasi merupakan kultur mikroorganisme, enzim atau stimulan yang dapat meningkatkan laju biodegradasi. Tumpahan atau kebocoran dari minyak mengakibatkan pencemaran hidrokarbon di lingkungan perairan. Mikroorganisme terutama bakteri memiliki kemampuan untuk mendegradasi hidrokarbon minyak dengan melibatkan kerja enzim alkana hidrosilase yang dikode gen alkB[4]. Bakteri yang memiliki kemampuan mendegradasi minyak antara lain dari genus Alcanivorax spp., Bacillus aminovorans, Bacillus cereus, Pseudomonas alcalligens, Alcaligenes faecalis dan Oleibacter marinus[5].

Teknik bioremediasi juga dapat dilakukan oleh tanaman yang disebut tanaman hiperakumulator[6]. Contoh tanaman hiperakumulator yaitu rumput laut Gracilaria sp. Hasil penelitian menunjukan bahwa Gracilaria sp. dapat menyerap polutan Pb (timbal) sehingga kandungan Pb pada media air laut terus mengalami penurunan. Bentuk thallus bercabang yang dimiliki Gracilaria sp. memungkinkan untuk menyerap logam berat Pb lebih banyak dan efektif. Ciri perairan yang tercemar logam berat Pb dapat diketahui dari fisiologi Gracilaria sp. yang thallusnya berwarna putih, lembek, dan mudah putus hingga lama-kelamaan menjadi hancur[7].

Indonesia dengan wilayah perairannya yang kaya, rentan untuk mengalami pencemaran mengingat banyaknya limbah pabrik industri yang bermuara ke sungai dan berujung ke laut. Pengembangan metode bioremediasi di Indonesia merupakan salah satu langkah yang tepat untuk menanggulangi pencemaran laut yang disebabkan tumpahan minyak atau limbah industri beracun. Indonesia memiliki potensi kekayaan mikroorganisme laut serta kondisi iklim yang mendukung untuk diaplikasikannya teknik bioremediasi. Potensi keberhasilan penerapan metode bioremediasi pun cukup tinggi semakin menunjukan bahwa metode ini sangat bagus untuk dikembangkan.

Referensi:

[1] Sulistyono. 2013. Dampak tumpahan minyak (oil spill) di perairan laut pada kegiatan industri migas dan metode penanggulangannya. Swara Patra 3(1): 49-57 (Lihat)
[2] Hutagalung, H.P. 1984. Logam berat dalam lingkungan laut. Oseana 9(1): 11-20 (Lihat)
[3] Darmayati, Y. & Afianti, N.F. 2017. Penerapan dan tingkat efektivitas bioremediasi untuk perairan pantai tercemar minyak. Oseana 42(4): 55-69 (Lihat)
[4] Afianti, N.F. 2018. Potensi bakteri laut untuk bioremediasi. Oseana 43(4): 18-27 (Lihat)
[5] Teramoto, M., Ohuchi, M., Hatmanti, A., Darmayati, Y., Widyastuti, Y., Harayama, S., Fukunaga, Y. 2011. A bacterium that degrades petroleum aliphatic hydrocarbons in a tropical marine environment. International Journal of Systematic and Evolutionary Microbiology 61: 375-380 (Lihat)
[6] Oves, M., Khan, M. S., Zaidi, A., Ahmad, E. 2012. Soil contamination, nutritive value, and human health risk assessment of heavy metals: an overview. In: Zaidi, A., Wani, P. A., Khan, M. S. (Eds). Toxicity of heavy metals to legumes and bioremediation. Springer: New York (Lihat)
[7] Ihsan, Y. N., Aprodita, A., Rustikawati, I., Pribadi, T. D. L. 2015. Kemampuan Gracilaria sp. sebagai agen bioremediasi dalam menyerap logam berat PB. Jurnal Kelautan 8(1): 10-18 (Lihat)