Beberapa waktu lalu, dunia maya dihebohkan dengan pernyataan dari anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Sitti Hikmawati yang menyatakan bahwa kehamilan dapat terjadi saat sperma dan sel telur bertemu secara tidak langsung melalui sebuah mediasi di kolam renang tanpa adanya penetrasi.
Ibu Siti Hikmawaty atau biasa disebut Hikma adalah anggota KPAI periode 2017-2022 yang terpilih mewakili unsur dunia usaha dan saat ini dipercaya menjadi komisaris penanggung jawab bidang kesehatan, narkotika, psikotropika, dan zat aditif (NAPZA). Latar belakang pendidikan beliau yaitu alumni Akademi Gizi Bandung Depkes RI, Universitas Indonesia (Gizi Klinik), dan Universitas Negeri Jakarta (Magister Pendidikan Anak Usia Dini)[1].
Penyataan Ibu Hikma tersebut men-trigger saya untuk mencari tahu kebenaran dari pendapat tersebut. Berbekal rasa kepo yang mendalam, saya mencoba mengumpulkan beberapa referensi dan menyusunnya hingga bermuara pada suatu kesimpulan yang membuktikan bahwa pernyataan tersebut kurang tepat.
***
Semen adalah sekresi kelamin jantan yang terdiri atas sel spermatozoa dan seminal plasma. Seminal plasma adalah suatu komponen essensial yang berfungsi sebagai pembawa (carier) dan pelindung spermatozoa. Cairan ini dihasilkan oleh kelenjar prostat, vesicula seminalis, dan kelenjar bulbouretralis. Saat ejakulasi cairan ini bercampur dengan sel spermatozoa, sekresi ampula, duktus deferens serta cairan yang berasal dari epididimis[2].
Gambar 1. Organ Reproduksi Jantan
Seminal plasma biasanya berisi asam sitrat kadar tinggi, ergotionin, fruktosa, glyseryphosphorylcholine, dan sorbitol. Selain itu juga terdapat kandungan lain seperti seperti yang tertera dalam tabel dibawah ini[3].
Saat semen diejakulasikan di kolam renang, akan terjadi pencampuran antara semen dan air kolam. Pencampuran ini menyebabkan kandungan semen menjadi lebih encer dari kondisi awalnya. Proses pengenceran semen dengan air kolam akan menyebabkan kerusakan pada membran sel spermatozoa karena air kolam tidak memenuhi syarat sebagai medium yang cocok untuk kehidupan sperma. Pengenceran tersebut menurunkan konsentrasi semen yang berakibat pada berkurang atau bahkan hilangnya sumber energi luar sperma seperti glycerylphosphorylcholine, fosfat dan fruktosa. Karena ketiadaan sumber energi, mitokondria dalam sitoplasma tidak dapat melakukan metabolisme yang menghasilkan gerak. Hal ini memperkecil kemungkinan sperma untuk dapat masuk kedalam vagina bahkan membuahi sel telur dengan bergerak pada medium air kolam.
Tabel 1. Kandungan Seminal Plasma
Sumber
|
Kandungan
|
Epididimis
|
Potassium
|
Sodium
|
|
Glycerylphosphorylcholine
|
|
Ampula
|
Cairan kekuningan
|
Ergothioneine
|
|
Fruktosa
|
|
Vesica
Seminalis
|
Fruktosa
|
Asam amino
|
|
Asam sitrat
|
|
Fosfor
|
|
Potassium
|
|
Hormone prostaglandin
|
|
Kelenjar
Prostat
|
Asam sitrat
|
Asam fosfatase
|
|
Kalsium
|
|
Sodium
|
|
Zink
|
|
Potassium
|
|
Enzim pemecah protein
|
|
Fibrolysin
|
|
Kelenjar
Bulbouretra
|
Mucus
|
Saat semen diejakulasikan di kolam renang, akan terjadi pencampuran antara semen dan air kolam. Pencampuran ini menyebabkan kandungan semen menjadi lebih encer dari kondisi awalnya. Proses pengenceran semen dengan air kolam akan menyebabkan kerusakan pada membran sel spermatozoa karena air kolam tidak memenuhi syarat sebagai medium yang cocok untuk kehidupan sperma. Pengenceran tersebut menurunkan konsentrasi semen yang berakibat pada berkurang atau bahkan hilangnya sumber energi luar sperma seperti glycerylphosphorylcholine, fosfat dan fruktosa. Karena ketiadaan sumber energi, mitokondria dalam sitoplasma tidak dapat melakukan metabolisme yang menghasilkan gerak. Hal ini memperkecil kemungkinan sperma untuk dapat masuk kedalam vagina bahkan membuahi sel telur dengan bergerak pada medium air kolam.
Gambar 2. Bagian-bagain sperma [4]
Selain faktor konsentrasi semen, beberapa faktor lain yang mempengaruhi metabolisme pada spermatozoa yaitu temperatur, kandungan fosfat an organik, pH, kation dan anion, tekanan osmosis, hormon, zat anti bakteri dan gas. Sementara itu beberapa syarat penting yang harus dimiliki oleh setiap pengencer yaitu :
a. Mempunyai daya preservasi tinggi
b. Bahan tidak bersifat toxic
c. Mengandung sumber energi
a. Mempunyai daya preservasi tinggi
b. Bahan tidak bersifat toxic
c. Mengandung sumber energi
d. Bersifat isotonis
e. Mengandung buffer
f. Melindungi dari pengaruh pendinginan secara cepat (perbedaan suhu)
g. Menghambat pertumbuhan bakteri
e. Mengandung buffer
f. Melindungi dari pengaruh pendinginan secara cepat (perbedaan suhu)
g. Menghambat pertumbuhan bakteri
Umumnya, untuk menjaga kejernihan kolam renang, para pemilik atau penjaga kolam melarutkan kaporit pada kolamnya. Kaporit atau kalsium hipoklorit adalah senyawa yang mempunyai rumus kimia Ca(CIO)2. Secara umum, fungsi kaporit adalah membunuh bakteri dan kuman di dalam air. Meskipun belum ada penelitian yang menunjukan efek kaporit terhadap sperma namun sifat korosif dan toxic yang dimiliki kaporit diduga dapat membunuh spermatozoa dengan merusak membran sel yang berakibat pada lisisnya organel-organel di dalam sitoplasma.
Walaupun kolam renang mengandung kaporit yang berfungsi sebagai pembunuh bakteri, hal ini tidak menjadi jaminan bahwa air dalam kolam menjadi benar-benar bebas dari bakteri mengingat setiap hari banyak pengguna kolam renang dengan berbagai kondisi tubuh dan aktivitasnya di kolam renang yang memungkinkan mencemaran bakteri dalam air kolam. Kurang lebih 182 spesies bakteri ditemukan pada kulit manusia. Spesies bakteri tergolong pada bakteri yang keberadaanya permanen dan bakteri yang keberadaanya hanya sementara[5].
Penurunan konsentrasi sperma, hilangnya motilitas, perubahan morfologi sperma, dan gangguan reaksi akrosom adalah perubahan yang sering terjadi pada sperma akibat dari bakteri/mikroorganisme baik secara in vivo maupun in vitro. Selain itu, permukaan sperma yang kaya akan glikoprotein menyebabkan sel ini sangat rentan terhadap interaksi bakteri.
(A) |
(B) |
Gambar 3. Interaksi Antara Bakteri Bacteroides ureolyticus (A) dan E. coli (B) dengan sel spermatozoa
Pada kondisi in vitro, beberapa jenis bakteri (baik yang bersifat patogen maupun bersifat patogen kondisional) diduga menjadi penginduksi dari stress oksidatif yang menjadi penyebab rusaknya membran spermatozoa[6]. Mekanisme interaksi antara bakteri dan sel spermatozoa di ilustrasikan secara jelas pada gambar dibawah ini.
Gambar 4. Mekanisme Kematian Sperma yang disebabkan oleh Bakteri
Pada gambar tersebut dijelaskan bahwa bakteri merusak spermatozoa dengan cara menempel dan menggumpal pada permukaan spermatozoa. Penempelan dan penggumpalan itu memicu terjadinya peroksidasi lipid, hilangnya keseimpangan lipid pada membran sel, hilangnya motilitas sperma, eksternalisasi polisakarida, depolarisasi mitokondra, dan fragmentasi DNA (Deoxiribonucleic Acid) yang akhirnya menyebabkan kematian pada sperma.
Berdasarkan pada ketidaksesuaian medium air kolam terhadap sel sperma, hilangnya cadangan energi eksternal, reaksi dengan kalsium hipoklorit, dan ancaman dari bakteri atau mikroorganisme terhadap tingkat viabilitas sperma, dapat disimpulkan bahwa transportasi spermatozoa menuju organ kelamin betina hingga bertemu ovum dengan mediasi air kolam mempunyai probabilitas yang sangat kecil untuk terjadi. Namun, dibandingkan dengan hanya melakukan studi pustaka, sebaiknya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kejelasan dari teori Ibu Hikma tersebut.
Referensi :
[1] kpai.go.id
[2] Susilawati. (2011). Spermatologi. Malang: UB Press.
[4] wikimedia.org
[5] https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17293459
[6] https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26306512